BAHASA
Bahasa adalah alat komunikasi yang diciptakan oleh manusia supaya bisa mempermudah interaksi individu dengan individu atau kelompok lainnya.
Sistem bahasa adalah perlambangan manusia yang menggunakan komunikasi secara lisan dan tertulis. Sistem bahasa merupakan cara berkomunikasi unik yang dimiliki tiap kelompok masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan subordinatif. Suatu bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Di samping itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi (Koentjaraningrat, 1992).
Masinambouw menyebutkan bahwa, bahasa dan kebudayaan dua sistem yang melekat pada manusia. Kebudayaan itu adalah satu sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana dalam (Chaer, 1995).
bahasa bukan hanya menentukan corak budaya, tetapi juga menentukan cara dan jalan pikir manusia. Suatu bangsa yang berbeda bahasanya dari bangsa yang lain, akan memilki corak budaya dan jalan pikiran yang berbeda pula. Perbedaan-perbedaan budaya dan jalan pikiran manusia tersebut bersumber dari perbedaan bahasa. Bahasa itu memengaruhi kebudayaan dan jalan pikiran manusia, maka ciri-ciri yang ada dalam suatu bahasa akan tercermin pada sikap dan budaya penuturnya.
Keterkaitan hubungan dan peran bahasa dengan budaya, tentu ada beberapa kalangan tertentu yang tidak bisa menerima perbedaan. Jika seseorang atau satu kelompok nekat menjadi yang berbeda, konsekuensinya adalah kemungkinan untuk diintimidasi, didiskriminasi, atau bahkan dipersekusi. Mereka yang berani tampil “beda” bisa kehilangan hak untuk mengembangkan potensi diri, menikmati fasilitas negara yang umum, sampai menjajaki karier.
Padahal, jika kebudayaan-kebudayaan yang ada dipaksa untuk menjadi satu (forced diversity), akan terjadi perpecahan yang tidak diinginkan. Perpecahan yang dimaksud di sini adalah distorsi kebudayaan, yaitu memutarbalikkan fakta, pengabaian aturan, hukum, nilai-nilai dan sebagainya, yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan kelompok tertentu atau pribadi. Distorsi juga bisa bermakna perubahan bentuk atau sikap akibat beberapa faktor luar yang tidak diinginkan.
Berbagai problematika kemajemukan masyarakat yang ada, memberi tantangan bagi kita untuk secara kreatif dan cerdas kita mampu mengelola kemajemukan budaya yang dimiliki, sehingga terbangun kehidupan masyarakat yang demokratis, maju dan modern dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat global tanpa tercabut dari akar budaya. Kehidupan masyarakat yang sedemikian itu, memerlukan warga masyarakat yang memiliki kompetensi, yang oleh Mikel Hogan Gracia disebut sebagai kompetensi keragaman budaya atau cultural diversity competence. Dengan demikian, diharapkan kita bisa membangun kultur yang saling menghargai, menerima keragaman budaya yang ada, dan berinteraksi secara harmonis dalam hidup bersama untuk bersama-sama hidup.
sumber : SC (BN)
Komentar
Posting Komentar